RN - Maraknya medsos ternyata dimanfaatkan para oknum. Saat ini ada konsultan khusus penyebar kabar bohong alias hoax.
Sasaran si konsultan bukan hanya kepada capres tapi juga caleg. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengungkap keberadaan lembaga konsultan pemenangan pemilu yang menawarkan jasa penyebaran kabar bohong alias hoaks kepada kandidat.
Hal itu disampaikan Hasyim ketika menjadi pembicara dalam seminar nasional terkait pemilu dan media, yang digelar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di kampus universitas tersebut, Selasa (23/5/2023).
BERITA TERKAIT :Masa Jabatan DPR & DPRD Dipangkas, Lagi Digugat Ke MK
Trump Tuding Kamala Harris Akan Bawa AS Perang Dunia Ke-3
Hasyim awalnya menyampaikan bahwa UU Pemilu maupun UU Pilkada melarang peserta pemilu menggunakan kekerasan fisik maupun verbal sebagai instrumen untuk memenangkan pemilihan. Pelanggaran atas ketentuan tersebut masuk kategori pidana.
Faktanya, lanjut dia, penggunaan kekerasan fisik bisa dikatakan tidak ada di Indonesia. Sedangkan kekerasan verbal masih jamak dilakukan. Misalnya dalam bentuk penyebaran kabar bohong, konten fitnah, dan konten menyerang lawan politik.
Menurut Hasyim, salah satu faktor yang menyebabkan kekerasan verbal masih muncul adalah keberadaan lembaga konsultan pemenangan pemilu yang menawarkan jasa tersebut. Lembaga itu menawarkan jasa penyebaran hoaks, baik untuk menyerang lawan maupun menaikkan citra diri, kepada para kandidat.
"Sering kali dalam proposal-proposal yang ditawarkan kepada kandidat atau peserta pemilu, ada tawaran pakai hoaks atau tidak," kata Hasyim.
"Kalau pakai hoaks, sekian biaya paketnya. Kalau tidak pakai hoaks biayanya bisa berkurang," imbuhnya.
Menurut Hasyim, keberadaan lembaga konsultan pemenangan pemilu yang menawarkan jasa sebar hoaks itu adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah. "Itu artinya apa, secara rasional kekerasan verbal menjadi pilihan rasional di dalam pemilu maupun pilkada," ujarnya.
Masalahnya, lanjut Hasyim, penegakan hukum terhadap peserta pemilu yang menggunakan kekerasan verbal maupun hoaks itu masih sulit dilakukan. Begitu pula terhadap aktor intelektualnya. Sanksi biasanya hanya bisa menjangkau pelaku-pelaku yang bisa dibuktikan kesalahannya.
"Tetapi, master mind, siapa yang punya gagasan, siapa yang jadi sutradaranya, ini yang kadang-kadang masih susah untuk dijangkau," kata Hasyim.
Karena itu, Hasyim mengajak semua pihak, terutama bakal calon peserta Pemilu 2024, komitmen untuk tidak menggunakan jasa sebar hoaks demi memenangkan pemilihan.