RADAR NONSTOP - Parno dan istrinya hanya bisa mengelus dada. Pengusaha warteg asal Tegal, Jawa Tengah ini berencana balik ke kampung dan kembali ke sawah.
Sudah dua bulan kata Parno, wartegnya di kawasan Cengkareng, Jakbar mulai sepi. Omzetnya yang biasa Rp 2 juta per hari makin anjlok.
"Sepi sekarang. Ini pengaruh harga sembako, karena harga naik otomatis harga masakan jadi naik," aku bapak tiga anak ini saat ditemui wartawan (22/1).
BERITA TERKAIT :Higgs Domino & Royal Dream Digerebek, Omzet Rp 30 Miliar Per Bulan
Usai Lebaran Harga Bawang Merah Nyekek Leher, Pengusaha Warteg Menjerit Berjamaah
Karena sepi, Parno sudah melakukan PHK dua anak buahnya. "Sudah gak sanggup bayar orang. Sekarang omzet saya turun dan tinggal 800 ribu per hari," keluhnya.
Dia mengaku sepinya warteg bukan hanya harga sembako. Tapi ada beberapa faktor juga. Misalnya, maraknya pedagang nasi kucing dan rumah makan mirip warteg yang harganya bersaing.
Menu nasi kucing misalnya untuk satu bungkus nasi teri, ikan atau tempe orek hanya kisaran Rp 3 ribu sampai Rp 4 ribu.
"Walaupun sedikit nasinya tapi orang lebih banyak ke nasi kucing. Belum lagi menu di aplikasi online yang langsung antar ke rumah," keluhnya.
Anjloknya omzet juga dirasakan anggota Koperasi Warteg Nusantara atau Kowantara.
“Harga bahan pokok naik, omset kami jadi turun,” keluh Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, dalam pertemuannya dengan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (21/1/2019).
Di Jabodetabek ada sekitar 34 ribu warteg. Kini mereka harus bertahan dalam gempuran mahalnya harga sembako.
"Yang penting jalannya aja. Soal untung sudah sulit sekarang," ungkap Leno yang sudah berdagang warteg di Depok, Jabar sejak tahun 2001.