RN - Mantan Ketua KPK Firli Bahuri disebut-sebut dalam kasus buron Harun Masiku dan penangkapan Hasto Kristiyanto.
Peran Firli terungkap dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (9/5).
Penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti menyampaikan mantan Ketua KPK Firli Bahuri menyebarluaskan kegiatan OTT ke publik di saat belum berhasil menangkap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku.
BERITA TERKAIT :Kisah Riezky Aprilia Disuruh Mundur Hasto Demi Harun Masiku: Anda Sekjen Bukan Tuhan
Materi itu terungkap saat jaksa menggali Rossa perihal aktivitas mengejar Hasto yang diketahui berada di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Pada saat itu apakah saudara juga mengikuti cek posisi handphone milik terdakwa juga?" tanya jaksa KPK.
"Betul. Kami diberikan panduan oleh posko tentang posisi-posisi yang bersangkutan. Jadi, pada saat itu kami mulai melakukan pengejaran terhadap terdakwa itu setelah beberapa pihak kita amankan dan kita ambil keterangan sekitar setelah salat asar atau pukul 15.00 WIB lebih, kami bergerak untuk melakukan pengamanan terhadap saudara terdakwa," ungkap Rossa.
"Masih ingat nomor saudara terdakwa ini yang kemudian posisinya diikuti?" lanjut jaksa.
"Ada di dalam file barang bukti yang sudah kita lakukan penyitaan, saya lupa itu," jawab Rossa.
"Kalau di-timeline perjalanan yang dibikin oleh penyelidik ini apakah nomornya yang ini yang saudara maksud milik terdakwa?" tanya jaksa.
"889, iya," kata Rossa. Dia menuturkan pergerakan Hasto yang terekam hanya saat pukul 13.11, 15.06, 16.12 dan 16.12 WIB. Hal itu diduga dilatarbelakangi karena pimpinan KPK saat itu Firli Bahuri secara sepihak mengumumkan operasi senyap kasus tersebut kepada publik.
"Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK Firli mengumumkan terkait adanya OTT. Itu kami ketahui dari posko, dari Kasatgas kami dan itu di-share juga dalam grup," tutur Rossa.
"Kami juga mempertanyakan pada saat itu, sedangkan posisi pihak-pihak ini (Hasto dan Harun) belum bisa diamankan. Kenapa sudah diinformasikan ke media atau dirilis informasi terkait adanya OTT," sambungnya.
Sementara Firli sudah pernah membantah soal kabar Hasto Kristiyanto bakal diciduk dalam OTT kasus Harun Masiku.
"Enggak, saya tidak ada konfirmasi itu. Tidak ada konfirmasi itu ya," kata Firli di Komplek DPR/MPR, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Januari 2020 lalu.
Firli menambahkan pihaknya baru menetapkan empat orang tersangka. Satu di antaranya, yakni Harun yang tengah diburu karena berada di luar negeri. Dia berada di Singapura sejak dua hari sebelum KPK melakukan OTT tengah pekan lalu.
Di sisi lain, PDIP membantah mendapat informasi dari Firli akan ada OTT terhadap Hasto dan Harun di PTIK, Jakarta Selatan. Juru Bicara PDIP Guntur Romli menilai tuduhan itu tak berdasar.
"Ya, kalau itu kan semua indikasi atau dugaan atau tuduhan yang menurut saya tidak berdasar," kata dia dalam CNN Indonesia Political Show, Senin (30/12) malam.
Ia juga membantah Hasto sempat bersama dengan Harun Masiku di PTIK ketika OTT yang hendak dilaksanakan KPK bocor. Lebih lanjut, Guntur pun membantah seluruh dugaan KPK yang menyebut Hasto terlibat hingga menyuruh Harun Masiku untuk kabur.
Firli Belum Ditahan
Diketahui saat ini Firli Bahuri sudah berstatus tersangka. Firli keseret kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Firli juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas status tersangka.
Sebelumnya Polda Metro Jaya menetapkan Firli sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023.
Dalam kasus ini, pensiunan jenderal bintang tiga Polri itu diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12 B dan atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Namun, setahun berstatus tersangka, tak ada perkembangan berarti dalam proses penyidikan yang dilakukan Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Penyidik tercatat dua kali mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan dua kali pula dikembalikan karena dinilai belum lengkap.