RN – Musim hujan di Jakarta datang, dan kota ini seperti enggan berubah, jalan banjir, langit muram, dan pohon-pohon tua siap jadi ancaman diam-diam. Fajar Sauri dari Dinas Pertamanan pun angkat bicara, ribuan pohon bakal dihapus demi keselamatan warga. Tapi, kita masih bertanya-tanya, kenapa baru sekarang?
“Pohon yang akarnya lemah dan tajuknya berat akan diganti dengan pohon baru yang lebih sesuai dengan kondisi kota,” ujar Fajar dalam siaran pers Sabtu, (1/11) malam.
Ia memastikan penggantian dilakukan agar warga bisa merasa aman saat hujan deras dan angin kencang menerpa. Namun, bagi sebagian warga Jakarta, ini terdengar seperti pengakuan diam-diam bahwa sistem perawatan pohon di ibu kota selama ini lebih sering reaktif ketimbang preventif.
BERITA TERKAIT :Pram Harus Waspada Tipu-Tipu Distamhut DKI, Pohon Jadi Pembunuh
Jabodetabek Waspada, November Menjadi Duka Akibat Banjir & Longsor
Fajar memang tak menyebut jenis pohon yang pasti, tapi laman resmi Distamhut DKI merekomendasikan sejumlah ‘pahlawan hijau’ baru: Ketapang Kencana, Tanjung, Angsana, hingga Glodokan Tiang, semua diklaim punya akar kuat dan tajuk ringan, ideal untuk menghadapi cuaca ekstrem perkotaan.
Langkah ini tampak ilmiah, tapi faktanya menyimpan ironi. Jakarta menanam lagi setelah membiarkan banyak pohon mati berdiri. Data Distamhut menunjukkan, hingga Oktober 2025, sudah 62.161 pohon ditoping dan 5.722 diperiksa kesehatannya.
Dua korban jiwa dalam lima hari terakhir akibat pohon tumbang seakan jadi alarm keras bahwa green city belum tentu safe city. Warga Jakarta pun diimbau untuk tidak berteduh di bawah pohon saat hujan deras.
“Kami minta masyarakat lebih waspada,” kata Fajar. Tapi warganet balik menyindir, “Kalau bukan di bawah pohon, di mana lagi? Trotoar saja masih rebutan sama parkir motor.”
Di tengah ambisi Jakarta menjadi kota hijau, kebijakan ganti pohon tua dengan yang muda terdengar seperti perawatan darurat untuk masalah yang sudah menahun. Bukan sekadar soal akar yang rapuh, tapi sistem yang selama ini tumbuh tanpa arah.
