RADAR NONSTOP - Aksi 21-22 Mei bukan hanya menimbulkan korban jiwa. Ternyata ada puluhan orang hilang.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Taufan Damanik mengatakan pihaknya telah menerima aduan orang hilang pasca kerusuhan 22 Mei 2019. “Ada laporan hilang 70 orang pagi tadi,” kata Taufan lewat pesan pendek, Selasa, 28 Mei 2019.
Laporan itu datang dari Tim Advikasi Korban 21-22 Mei 2019. Pengacara tim, Ismar Syafrudin, kata Taufan, mengadukan hal itu pagi tadi ke kantor Komnas HAM. “Data yang mereka berikan ada di kami. Akan kami coba telusuri data-data tersebut,” ujar Taufan.
BERITA TERKAIT :Potensi Bentrok Saat Pilkada Dan Pilpres, Ini Warning Buat KPU & Bawaslu
Catut NIK Warga, Parpol Bisa Dimasukin Bui
Sebelumnya, beberapa warga Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, mendatangi Polda Metro Jaya untuk mencari kerabat mereka yang hilang sejak kerusuhan 22 Mei hingga ke 23 Mei lalu. Mereka mendatangi kantor polisi karena mendapat kabar anggota keluarganya itu ditangkap.
Salah satunya adalah keluarga Arya alias Iyo, pengojek online asal Kampung Bali. “Tak ada satu pun yang mengetahui. Saya seperti dilempar-lempar. Saya datangi Dirkrimum (Direktorat Kriminal Umum), lalu dilempar ke Tahti (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti), tapi terus dilempar dan katanya tidak ada,” kata kerabat Iyo, Sabtu lalu.
Puluhan anggota Brigade Mobil saat itu menyisir Kampung Bali dan Kebon Kacang untuk mencari orang yang diduga sebagai provokator dan pelaku kerusuhan di depan kantor Bawaslu, Jalan M.H. Thamrin.
Sejumlah warga menyebutkan, salah satu orang yang dibawa polisi adalah Iyo. Ia ditangkap saat tengah beristirahat di sebuah gubuk di Jalan Kampung Bali XVII.
Ketua RW 02, RW 09, Kelurahan Kampung Bali, Winda Devianti, membenarkan sejumlah warganya ditangkap oleh polisi. Bahkan ia melihat langsung penangkapan dan pemukulan terhadap Iyo.
Seorang pemuda bernama Ando juga ditangkap polisi saat berada di Jalan Kebon Kacang XXVI.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) akan melakukan investigasi independen dengan membuka kesempatan kepada keluarga yang anggotanya mengalami kekerasan oleh anggota TNI atau Polri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyoroti banyaknya korban anak-anak dalam peristiwa 21-23 Mei lalu.