RADAR NONSTOP - Tahapan wajib melakukan sertifikasi halal yang diamanahkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal resmi dimulai Kamis (17/10/2019) ini.
Sebanyak 11 kementerian/lembaga (K/L) bahkan telah menandatangani nota kesepakatan tentang penyelenggaraan sertifikasi halal di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, kewajiban sertifikasi halal diberlakukan terlebih dahulu untuk produk makanan dan minuman. Pelaku usaha di sektor itu diberi waktu hingga 2024 untuk melakukan sertifikasi halal sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal.
BERITA TERKAIT :Menag Yaqut Mangkir, Pakai Alasan Ada Tugas Negara
FKUB Dikebiri, Pendririan Rumah Ibadah Kini Satu Pintu Lewat Kemenag
Lukman menambahkan, proses sertifikasi halal terbagi ke dalam beberapa tahapan selama rentang waktu 17 Oktober 2019-17 Oktober 2024.
Pertama, kata Lukman, pelaku usaha di sektor makanan-minuman mendaftarkan diri dengan melampirkan sejumlah persyaratan, kemudian Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) meneliti seluruh persyaratan-persyaratan yang diajukan.
"Selanjutnya, pelaku usaha memilih lembaga pemeriksa halal (LHP) untuk memeriksa produk-produk mereka," kata Lukman seusai menghadiri penandatanganan MoU oleh pimpinan 11 K/L, kemarin.
Ke-11 K/L tersebut adalah Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Keuangan, Kementerian Kominfo, Kepolisian RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Lukman melanjutkan, setelah LPH melakukan pemeriksaan, hasilnya diserahkan kepada MUI sebagai lembaga yang akan memberikan fatwa kehalalan sebuah produk.
"Terakhir, setelah ada fatwa MUI, BPJPH mengeluarkan sertifikasi halal. Itulah proses dari persoalan ini," ujar Lukman.
Sertifikat halal juga wajib dimiliki produk selain makanan dan minuman, namun prosesnya baru akan dimulai pada 2021 dengan tenggat waktu yang berbeda, mulai dari 7 tahun, 10 tahun, hingga 15 tahun.
"Perbedaan rentang waktu ini bergantung pada kompleksitas produk masing-masing," ungkapnya.
Lukman memastikan tidak akan ada penegakan hukum selama penahapan kewajiban sertifikasi halal. BPJPH, kata dia, justru akan melakukan pembinaan serta sosialisasi kepada pelaku usaha.
Pembinaan dan sosialisasi diperlukan karena para pelaku usaha di Indonesia sangat banyak dan beragam. Lukman menegaskan, pemerintah bakal menggunakan cara persuasif kepada pelaku usaha untuk mendorong mereka menyertifikasi produknya.
Oleh karena itu, produk yang masih beredar dan belum memiliki sertifikat halal tetap diizinkan beredar meski tak mencantumkan label halal di kemasan produk mereka. "Penindakan hukum akan dilakukan setelah jangka waktu sebagaimana diatur dalam PMA penyelengggaraan jaminan produk halal telah terlewati," ujar Lukman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sertifikasi halal sangat penting karena tidak hanya untuk kepentingan suatu pemeluk agama tertentu, tetapi juga bermanfaat untuk seluruh masyarakat.
"Bermanfaat bagi semua pihak apakah itu umat Islam atau non-Islam. Akan bermanfaat karena semuanya (produk) halal dan baik. Kalau halalnya tidak perlu, tayyiban-nya yang perlu karena baik," ujar JK.
Ia pun berharap kementerian dan lembaga yang telah menandatangani nota kesepahaman dapat melaksanakan dan mendukung penyelenggaraan jaminan produk halal.
Sekretaris BPJPH Lutfi Hamid mengatakan, produk makanan dan minuman baru akan diwajibkan bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024. Wajib sertifikasi halal ini meliputi produk makanan dan minuman yang dijual di kaki lima.
Ia mengatakan, BPJPH akan menggencarkan sosialisasi dan pembinaan wajib halal bagi pelaku usaha. Tujuannya agar pelaku usaha punya kesadaran untuk melakukan sertifikasi kehalalan produk.
Senada dengan yang disampaikan Lukman, Lutfi menegaskan, tidak akan ada sanksi bagi produk yang belum bersertifikat halal sebelum 17 Oktober 2024. "Sanksi baru akan dilaksanakan nanti setelah berakhirnya masa penahapan," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Rahmat Hidayat menuturkan, perusahaan makanan dan minuman skala besar siap menjalani proses sertifikasi halal. Sebab, mereka sudah mengikuti proses tersebut sejak proses sertifikasi halal masih menjadi kewenangan LPPOM MUI. "Selama 30 tahun terakhir, sertifikasi halal itu sudah dilakukan, namun hanya oleh perusahaan besar dan menengah," ungkapnya.
Untuk kelas usaha kecil dan mikro, Rahmat mengakui, mereka belum memiliki kesiapan karena hampir semuanya belum memiliki sertifikat halal. Pedagang kaki lima, kata dia, sebetulnya bisa saja melakukan sertifikasi halal. "Masalahnya, apakah mereka akan lolos atau tidak? Nah, itu yang belum tahu," katanya.
Sebab, ungkap Rahmat, sebelum mendapatkan sertifikat halal, suatu produk harus memenuhi kaidah tayyib terlebih dulu, yang berarti produk sudah higienis dan menggunakan bahan-bahan yang aman hingga aman dikonsumsi. Bila tidak memenuhi kaidah tersebut, produk itu tidak mungkin mendapatkan sertifikat halal.
Menurut Rahmat, butuh sekitar 124 ribu auditor agar sertifikasi halal terhadap produk makanan dan minuman berjalan mulus. Angka itu didapatkan dengan mengacu pada 1.300 hari kerja selama lima tahun mulai 17 Oktober 2019 sampai 2024, proses sertifikasi halal yang memakan waktu setidaknya 62 hari, dan 1,6 juta pelaku usaha makanan dan minuman yang belum melakukan sertifikasi halal.