Selasa,  14 May 2024

Pengamat Sebut Aksi Protes CAA Di India Berujung Bentrok Bukan Bukan Isu Agama Tapi Politik

RN/NS
Pengamat Sebut Aksi Protes CAA Di India Berujung Bentrok Bukan Bukan Isu Agama Tapi Politik

RADAR NONSTOP- Pasca disahkannya Revisi UU Kewarganegaraan baru atau Citizenship Amendment Act (CAA) di India pada 11 Desember 2019 lalu, banyak menuai protes dari berbagai kalangan hingga memicu bentrokan antar warga. Di Ibukota India, New Delhi, konflik sempat memanas sampai masyarakat dunia banyak membuat narasi sebagai konflik antar umat beragama.

Yang menjadi pangkal masalah, adalah UU Kewarganegaraan baru itu menyebutkan bahwa imigran ilegal yang beragama Hindu, Sikh, Parsi, Buddha dan Kristiani yang mendapat diskriminasi di negara tetangga India, seperti Pakistan, Afghanistan dan Bangladesh dan telah masuk ke India sebelum 31 Desember 2014, akan mendapat kewarganegaraan jika sudah menetap selama 6 tahun di India.

Banyak kalangan menilai UU ini telah mendiskreditkan imigran muslim yang berada di India, sehingga menimbulkan unjuk rasa yang berujung pada aksi kekerasan antara kelompok pendukung CAA dan kelompok anti CAA. Diketahui bahwa Revisi UU yang telah disahkan itu, saat ini sedang di gugat di Supreme Court (Mahkamah Agung) oleh beberapa Organisasi Masyarakat di India.

BERITA TERKAIT :
Duel Brimob Vs TNI AL, Lima Pasukan Terluka
Forum Guru Besar Indonesia Ajak Masyarakat Jaga Suasana Sejuk

Imbasnya, pasca terjadinya bentrokan di India tersebut, media sosial tanah air juga ikut kebanjiran dengan tagar #boikotprodukindia, serta juga akan ada aksi protes di kedutaan India di Indonesia.

Dimintai tanggapan hal tersebut, Pengamat Politik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Miftahul Adib mengatakan bahwa bentrokan yang terjadi di India, akibat aksi protes CAA yang sarat dengan kepentingan politik, terlebih menjelang pemilihan anggota parlemen daerah di India tahun 2020 ini.

 

"Jika dikaji, RUU ini sangat sarat dengan kepentingan politik. Sebab Tahun 2020 ini ada beberapa pemilihan legislatif daerah di India, dan para imigran yang sudah menjadi warga negara ini tentu memiliki hak pilih yang sangat  diperebutkan. Salah satunya adalah pemilihan legislatif di New Delhi pada 8 Februari 2020 kemarin. Saya kira ini merupakan pemicu terjadinya bentrokan antar kelompok pendukung CAA dengan kelompok Anti CAA," jelas Dosen Fisip ini.

Bukan hanya itu saja kata Adib, alasan yang mendasari bentrokan terjadi adalah Partai pemenang di India, Bharatiya Janata Party (BJP) yang juga pengusung CAA, selama ini selalu kalah suara di kantong-kantong umat hindu di wilayah India Selatan.

"Ada upaya sengaja Imigran nonmuslim yang di legalkan untuk diambil suaranya bagi partai BJP, yang juga partai Perdana Menteri India, Narendra Modi. Dan ini untuk menarik simpati masyarakat Hindu yang mayoritas di India. Karena BJP selama ini selalu kalah suara di kantong-kantong umat Hindu di wilayah India Selatan," tambah Adib.

Bukan hanya itu saja menurut pria yang juga sebagai Ketua Umum klub otomotif Captiva Chevy Club (3C) ini, soal geopolitik India saat kedatangan presiden AS, Donald Trump juga bisa menarik sentimen politik domestik. Trump datang membicarakan langkah antisipatif ekonomi akibat bergabungnya China dengan Pakistan.

"Kedatangan Trump turut memberi sentimen. Ini juga berkaitan dengan China yang merapat ke Pakistan dengan proyek One Belt One Road (Obor). Proyek yang membuat India menurut saya agak ketar-ketir, karena sejak itu posisi wilayah yang disengketakan India (Jammu) dan Pakistan (Kashmir) mulai memanas lagi. Puncaknya bentrok terjadi pada saat kunjungan Donald Trump," ujar Adib.

Adib juga mengatakan bahwa jangan sampai bentrokan politik di India, dianggap sebagai pertikaian antar agama dan dibawa sebagai isu perpecahan di tanah air. 

Dijelaskan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki etnis India terbesar di dunia, bahkan mereka adalah warga negara asli Indonesia yang sudah berada ratusan tahun di Indonesia. Keberadaan mereka sama dengan etnis china dan etnis arab yang sudah menjadi bagian dari suku-suku di Indonesia.

"Saya kira bentrokan politik ini jangan sampai menjadi isu perpecahan horizontal di Indonesia yang di pelintir oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Tidak ada kaitannya etnis India yang ada di Indonesia dengan warga negara India disana," kata Adib.

Adib juga meminta agar pemerintah mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap reaksi yang mulai timbul di ranah sosial, serta mengkritik agar media tidak mengunakan kalimat-kalimat provokatif dalam menyampaikan berita terkait perkembangan politik di India.

"Kita lihat banyak reaksi bermunculan di media sosial yang mengarah pada konflik antar umat beragama, saya harap pemerintah bisa mengambil langkah antisipatif menertibkan berita-berita hoax yang beredar. Serta media juga jangan mengunakan bahasa terkesan provokatif untuk menarik minat pembaca," tutup Adib.