Jumat,  22 November 2024

Mengingat Kembali ‘Ancol Gate’ 2000, Reklamasi Bisa Jadi Jilid II

RN/CR
Mengingat Kembali ‘Ancol Gate’ 2000, Reklamasi Bisa Jadi Jilid II
-Net

RADAR NONSTOP - Reklamasi atau perluasan (bahasa para politisi) kawasan Taman Impian Jaya Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan) di Jakarta Utara berpotensi menjadi "Ancol Gate" jilid II.

Begitu dikatakan Ketua Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu kepada radarnonstop.co, Kamis (23/7/2020).

"Pada tahun 2000 dengan alasan reklamasi, PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) menjadi bancakan yang terkenal dengan kasus ‘Ancol Gate’. Mungkin pejabat Ancol, pejabat DKI dan Anggota DPRD sudah lupa dengan kasus itu. Sayangnya saya tidak lupa dengan kasus ‘Ancol Gate’, karena saya salah satu yang membongkar dan melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum," kata Tom, Kamis (23/7/2020).

BERITA TERKAIT :
Omzet Jeblok, Ancol Salahkan MRT, Pengamat: Buruk Rupa Cermin Dibelah
Ancol Jeblok Gara-Gara Harga Tiket Mahal, DPRD DKI Bandingkan Dengan PIK 

Padahal keberadaan PT PJA, menurut Tom, diharapkan dapat membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov DKI Jakarta. 

"Namun ironisnya, BUMD tersebut justru dijadikan bancakan oleh orang-orang tertentu," sesal Tom. 

Karenanya Tom mengaku heran dengan izin perluasan Ancol dan Dufan yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang katanya sebagai upaya mengantisipasi banjir. 

"Harusnya Pemprov DKI lebih dulu memenuhi kewajibannya terhadap warga Jakarta untuk meringankan beban akibat Covid-19 melalui bansos bukan reklamasi Ancol," ujar Tom. 

Kata Tom, Gubernur DKI juga berkali-kali mengaku tidak memiliki anggaran. Namun ketika untuk reklamasi Ancol, segala upaya dan usaha dilakukan agar anggarannya tersedia.

Belum lagi ada beberapa kasus di Ancol yang belum tuntas. Tom mencontohkan penjualan Gedung Cardova milik Ancol senilai Rp 70 miliar, pemborosan pembangunan mal sebagai pusat perbelanjaan di dalam kawasan Ancol, penyewaan dan pengelolaan dermaga kapal-kapal pribadi serta dermaga penumpang yang dikuasai beberapa anggota DPRD, sewa lapak-lapak serta aset lahan yang hilang. 

"Demikian juga pemanfaatan fasilitas olah raga, pejalan kaki yang dimanfaatkan pengusaha restoran sehingga menimbulkan kemacetan serta mengganggu rekreasi pengunjung yang lain. Kenapa tidak masalah-masalah yang ada dituntaskan biar tidak semakin menumpuk," ungkap Tom. 

Tom menilai, untuk menutupi masalah dengan menciptakan proyek baru adalah sebuah pemikiran yang keliru. 

"Ini pendapat saya sesuai dengan pemahaman saya terhadap Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 alinea IV," ucap Tom. 

Tom juga mempertanyakan kontribusi PT PJA untuk rakyat Jakarta. Sebab saat PT PJA berdiri modal awalnya bersumber dari APBD DKI Jakarta. 

"Saat PT PJA merugi juga akan meminta suntikan modal dari APBD DKI Jakarta. Sementara APBD bersumber dari hasil jerih payah masyarakat Jakarta melalui pajak dan restribusi. Mau tidak mau harus diakui bahwa pemegang saham Mayoritas PT PJA adalah seluruh warga Jakarta," tegas Tom. 

Meskipun warga Jakarta sebagai pemegang saham di PT PJA, namun ketika warga Jakarta berekreasi ke Ancol tetap membayar sesuai tarif yang berlaku. 

"Sayang tidak semua warga Jakarta mengerti dan memahaminya sehingga mereka diam walaupun uangnya difoya-foyakan untuk sesuatu hal yang hanya menguntungkan segelintir orang," tutur Tom. 

"Atau rakyat Jakarta bermimpi di siang bolong dengan harapan para anggota Dewan dapat memperjuangkan hak dan kewajiban rakyat sebagaimana mestinya," sambungnya. 

Tom juga mengingatkan bahwa saat Anies Baswedan masih berstatus calon gubernur pernah mewacanakan masuk Ancol gratis apabila terpilih, dengan alasan Ancol adalah wilayah publik yang tidak dapat dipungut biaya masuk, kecuali area-area wahana seperti Dufan atau Gelanggang Samudra. 

"Sayang niat dan program baik yang diucapkan di mimbar debat terbuka, maupun saat bertemu rakyat secara langsung, terlupakan setelah Anies terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta," pungkas Tom. 

Sekedar mengingatkan, kasus ‘Ancol Gate’ mencuat sekitar tahun 2000 silam, yang melibatkan sejumlah oknum pejabat Pemprov dan DPRD DKI. 

Dalam kasus tersebut, beberapa pejabat Pemda dan DPRD DKI melakukan studi banding ke beberapa negara dengan biaya perusahaan swasta pengelola Taman Impian Jaya Ancol. 

Namun, biaya SPJ untuk perjalanan studi banding tersebut juga diambil dari dana APBD Pemprov DKI, sehingga SPJ-nya mendapat dua kali lipat. Hingga saat ini, kasus tersebut belum terungkap.