RN - PT Pembangunan Jaya Ancol lagi pusing tujuh keliling. BUMD milik Pemprov DKI Jakarta ini habis dicecar DPRD.
Anjloknya omzet Ancol ternyata bukan hanya kualitas pelayanan yang buruk tapi harga tiket mahal juga menjadi penyebab. Untuk tiket Rp 35 ribu masuk Ancol terbilang mahal.
Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Winarto diminta untuk melakukan inovasi. Jika tidak maka, tempat wisata yang menjadi ikon Jakarta itu bakal gulung tikar.
BERITA TERKAIT :Pengamat: Orang Lama Jangan Ikut Seleksi, DPRD Harus Audit Anggaran KPID Jakarta
KPID Jakarta Buka Pendaftaran, Orang Lama Masih Kebelet Maju?
Komisi C DPRD DKI Jakarta meminta kepada Ancol untuk kreatif melakukan inovasi. Politisi Kebon Sirih itu membandingkan Ancol dengan Pantai Indah Kapuk (PIK).
Diketahui, Taman hiburan Ancol merupakan objek wisata di Jakarta Utara yang berdiri tahun 1968. Awal mula tercetusnya Ancol adalah ketika Soekarno sempat mengendarai salah satu wahana di taman hiburan di Amerika Serikat, Disneyland, tahun 1954.
Bermula dari situ, muncullah keinginan Soekarno untuk memiliki taman hiburan serupa di Indonesia. Akhirnya, terbentuklah Taman Impian Jaya Ancol tahun 1966.
Ancol juga sempat menjadi BUMD sehat dan penyetor pendapatan daerah (PAD) terbesar ke kas Pemprov DKI.
PT Pembangunan Jaya Ancol sudah berstatus Perusahaan Terbuka. Ancol saat ini dengan komposisi kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta masih bertindak sebagai pemegang saham utama namun total kepemilikan 72% saham Ancol, PT Pembangunan Jaya memiliki 18% dan publik memiliki sisanya sebesar 10%.
Masuk Gratis
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya meminta PT. Pembangunan Jaya Ancol membuat strategi dan inovasi untuk menarik pengunjung.
Ia mengusulkan agar Pantai Ancol bisa diakses tanpa perlu mengeluarkan biaya alias gratis. "Saat melemahnya perekonomian, Ancol dapat hadir memberikan hiburan kepada warga Jakarta dengan gratis mengakses pantai," tegas politisi Golkar ini.
“Jangan kita kalah sama swasta, PIK itu sekarang gratis. Saya harapkan kita sebagai pemerintah jangan kalah sama swasta, sehingga kalau bisa bikin kajiannya,” pinta Dimaz.
Sedangkan Sekretaris Komisi C Suhud Alynudin juga mengimbau Ancol meningkatkan kualitas pelayanan. Meski disadari ekonomi masih lemah.
Karena itu, perlu dorongan alokasi anggaran agar wisatawan dapat berkunjung ke Ancol tanpa mengeluarkan biaya besar.
“Yang lebih pokok dan yang lebih penting perlu didorong agar masyarakat dengan ekonomi yang lemah bisa datang ke Ancol, makanya perlu adanya inovasi dan peningkatan layanan,” jelas Suhud.
Ia meminta Ancol memberikan kemudahan melalui harga tarif biaya masuk yang lebih murah. Pasalnya ia menilai biaya masuk ke Ancol sebesar Rp35 ribu terbilang mahal untuk warga Jakarta.
Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Winarto menyampaikan, penurunan jumlah pengunjung dikarenakan beberapa faktor. Yakni ketidakpastian stabilitas ekonomi, baik makro maupun mikro. Ini mempengaruhi daya beli masyarakat dan minat untuk berwisata.
Selain itu, pembangunan jalan tol, pengolahan air limbah dan pembangunan jalur MRT, juga berdampak pada wisatawan yang ingin ke Ancol.
“Kami pahami ini bagian dari dampak pembangunan dinamika yang kita harus sabar menunggu. Beruntung secara keuangan kita masih baik dan sehat. Kita masih untung masih ada keuntungannya memang skalanya sedikit karena pengunjungnya berkurang,” kata Winarto.
Untuk itu, ia menyatakan kesiapannya untuk mengupayakan penataan traffic dengan berkoordinasi bersama Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Termasuk juga meningkatkan kualitas pelayanan dari sisi Food and Beverage (FnB).