Sabtu,  23 November 2024

Gedung Granadi Disita

Priyo: Tak Ada Kaitan dengan Partai Berkarya

RN/CR
Priyo: Tak Ada Kaitan dengan Partai Berkarya
Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso

RADAR NONSTOP -  Penyitaan Gedung Granadi oleh Pengadilan Jakarta Selatan sama sekali tak berhubungan dengan kantor Partai Berkarya.

Begitu dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menegaskan, sampai hari ini tidak ada aksi hukum sita-menyita aset kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya. 

“Peristiwa hukum biasa antara Yayasan Supersemar dengan penguasa. Dan tidak ada hubungan dengan kantor Partai Berkarya,” ujar Priyo, Senin (19/11/2018).

BERITA TERKAIT :
Cihuy, Prabowo Dan Titiek Soeharto Makin Mesra
Sudah Dilelang 3 Kali Gak Laku-Laku, Orang Kaya Takut Beli Aset Milik Pangeran Cendana 

Priyo menyatakan, Yayasan Supersemar telah dan akan melakukan langkah hukum terbaik berdasar nilai-nilai keadilan. “Mestinya law enforcement haruslah murni penegakan hukum, bukan dengan embel-embel politik,” tutur Priyo.

Priyo mengajak para kader dan relawan Partai Berkarya untuk tetap solid dan berjuang untuk lolos ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 4 persen saat Pemilu 2019.

“Kita tunjukkan bahwa apapun yang terjadi kita tetap akan bertekad besarkan Partai Berkarya dan lolos threshold,” kata Priyo.

Priyo mengatakan, bila mendapatkan mandat rakyat, pihaknya akan berjuang untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.

“Kita tidak boleh bertekuk dan tetap dengan kepala tegak, bebas merdeka sampaikan pandangan-pandangan politik kita sekeras apapun untuk kepentingan rakyat, meski dianggap berseberangan dengan penguasa,” ujar Priyo.

Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melelang aset Yayasan Supersemar berupa tanah dan bangunan. Salah satunya adalah penyitaan Gedung Granadi di Kuningan, Jakarta Selatan.

Ada pula tanah dan bangunan seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor. Aset tersebut akan dilelang setelah dilakukan penilaian harga aset.

Sebelumnya, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan MA sebesar Rp 4,4 triliun.

Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.

Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.

Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disebut disalurkan kepada sejumlah perusahaan.