Fajar Herlambang, SE,MM
Moderasi beragama memiliki misi untuk menciptakan perdamaian bagi semua umat manusia. Munculnya sikap liberal dalam beragama tidak jarang memicu reaksi konservatif yang ekstrem. Demikian halnya sikap ultra konservatif, sering mengakibatkan lahirnya ujaran kebencian, permusuhan, intoleransi, ekstremisme, kekerasan, dan bahkan terorisme atas nama agama. Ini nyatanyata telah mengancam perdamaian, merusak kerukunan, dan mengoyak kebersamaan kita.
BERITA TERKAIT :Menag Yaqut Mangkir, Pakai Alasan Ada Tugas Negara
FKUB Dikebiri, Pendririan Rumah Ibadah Kini Satu Pintu Lewat Kemenag
Moderasi beragama diharapkan menjadi solusi atas problem keagamaan yang ekstrem di kedua kubu yang kita hadapi tersebut.
Penguatan moderasi beragama tidak cukup dilakukan secara personal oleh individu, melainkan harus dilakukan secara sistematis dan terencana secara kelembagaan, bahkan oleh negara. Negara harus hadir memfasilitasi terciptanya ruang ruang publik yang sehat untuk menciptakan interaksi masyarakat lintas agama dan kepercayaan. Jangan sebaliknya, melahirkan regulasi dan peraturan dengan sentimen agama tertentu yang diterapkan dan diberlakukan di ruang publik. Memfasilitasi, bukan membatasi.
Indonesia terbukti memiliki pengalaman empirik terbaik (best practices) dalam mengelola keragaman dan keberagamaan masyarakatnya. Terlepas dari gesekan dan konflik yang secara sporadis masih kerap terjadi, kerukunan dan toleransi di Indonesia jauh lebih terjaga dibanding negara negara lain yang menghadapi kompleksitas keagamaan yang sama. Nilai nilai agama yang berakulturasi dan beradaptasi dengan budaya lokal, kekayaan keragaman kearifan lokal, tradisi bermusyawarah, serta budaya gotong royong yang diwarisi masyarakat Indonesia secara turun temurun sangat kondusif menciptakan kohesi masyarakat yang beragam dari segi budaya, etnis dan agamanya. Indonesia sudah sepatutnya menjadi inspirasi dunia dalam mempraktikkan moderasi beragama.
Di era digital dan media sosial, kohesi sosial masyarakat Indonesia memang menghadapi tantangan. Banjirnya informasi yang tak tersaring dan derasnya internalisasi pengetahuan instan, termasuk pengetahuan keagamaan, sering mengganggu benteng pertahanan kebersamaan dan tenun kebangsaan. Masyarakat jadi mudah membenarkan berita yang sampai, tanpa terlebih dahulu memoderasi dan menelusuri kebenarannya. Semangat moderasi beragama memberi inspirasi untuk selalu bersikap seimbang dan adil dalam menyusun cara pandang, sikap, dan perilaku kita.
Demikianlah, jelas bahwa penguatan moderasi beragama tidak cukup diupayakan secara struktural melalui kebijakan negara, melainkan yang juga sangat penting dan niscaya mengakar adalah dengan menjadikannya sebagai gerakan kultural masyarakat. Indonesia ini negara besar dan beragam; keragaman dan keutuhannya tidak mungkin dirawat oleh satu dua pihak saja. Moderasi beragama harus menjadi milik kita bersama.