Sabtu,  20 April 2024

Diduga Bermasalah, FPPJ Minta Kejati Periksa Diskominfo DKI Soal Anggaran Bombastis WiFi Gratis

SN
Diduga Bermasalah, FPPJ Minta Kejati Periksa Diskominfo DKI Soal Anggaran Bombastis WiFi Gratis

RN - Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta memeriksa Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI perihal pengadaan WiFi gratis dengan anggaran hingga 15,46 miliar rupiah dengan kecepatan 50 mbps senilai Rp 6,2 juta per bulan per titik atau jika dikalkulasi dalam hitungan tahun anggaran akan mencapai ratusan milyar rupiah.

Ketua Umum FPPJ Endriansah menduga adanya masalah dalam pengadaan jaringa internet gratis tersebut. Terlebih, kata aktivis yang akrab disapa Rian ini, kualitas jaringan dengan anggaran bombastis tersebut juga buruk.

"Kejati harus turun tangan periksa apakah ada potensipelanggaran atau penyalah gunaan aggaran pada program itu? Jika ya, proses sesuai hukum yang berlaku," kata Rian di Jakarta, Jumat (25/2/2022).

BERITA TERKAIT :
Gaduh Fasos Fasum, DPRD DKI Sebut Pengembang Perumahan Jelambar CV Harapan Baru? 
Fasos Fasum Jakarta Senilai Triliunan Rupiah Gak Jelas, Pemprov Jangan Anggap Enteng BPK?

Ia menilai, dengan anggaran begitu besar, seharusnya kualitas WiFi gratis tersebut juga bagus. Ia pun menduga, anggaran sewa WiFi pertitik tidak sesuai dengan fasilitas yang di dapat.

"50 Mbps dengan besaran harga sewa tak sebanding. Anak ingusan aja kasarnya tahu berapa harga sewa WiFi dengan kapasitas tertentu. Dalam hal ini Kepala Dinas harus tanggun Jawab. Jangan sampai ada cawe cawe urusan anggaran negara yang mencoreng wajah Gubernur Anies," katanya.

Dalam dokumen Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja (P2APBD) Provinsi DKI Jakarta 2020, Diskominfotik telah melaksanakan Program JakWifi sebagai bagian kegiatan Transformasi Digital Jakarta SmartCity dengan anggaran sebesar Rp247 Miliar. 

Besaran itu ditujukan untuk pemasangan 1.200 titik WiFi gratis pada tahun 2020 dengan proyeksi instalasi di RW kumuh dan miskin. Sementara 2.300 titik yang rencananya akan dipasang tahun 2021 adalah pengajuan dari beberapa wilayah yang membutuhkan.

Senada dengan Rian, Komunikolog Politik Nasional Tamil Selvan pernah menyampaikan bahwa ia menilai sedang ada strategi yang dimainkan oleh internal Pemda DKI untuk merusak citra politik Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Saya lihat terlalu banyak permainan anggaran yang diluar logika muncul dari oknum para kepala dinas ini. Tujuannya agar muncul opini di masyarakat bahwa Gubernur ikut bermain, karena sebagai pimpinan tertinggi di DKI. Ini jebakan yang harus diwaspadai Anies," kata Ketua Forum Politik Indonesia ini kepada awak media, Rabu (8/9/2021) lalu.

Kang Tamil panggilan akrabnya mengatakan bahwa secara logika, harga penyewaan wifi senilai 6,2 juta rupiah pertitik untuk kecepatan 50 mbps dinilai terlalu tinggi. Dirinya pun mengherankan bagaimana angka tersebut bisa muncul dalam RAPBD perubahan 2021.

"Kecepatan internet segitu, berlangganannya cuma sekitar sejutaan. Nah kalau dimasukin 6 juta rupiah, ini kan gila namanya. Kalaupun alibinya penyewaan alat, itu tidak masuk akal. Maka saya katakan ini permainan internal untuk menjebak Anies," ujarnya.

Lebih lanjut Kang Tamil mengatakan tingginya popularitas Anies yang digadang sebagai capres di 2024 tentu tidak menyenangkan semua pihak. "Saya melihat arah mainan ini, agar publik menilai Anies tidak bisa kerja. Saya kira ini semua terkait popularitas Anies ke pilpres 2024," jelasnya.

Sebelumnya Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI Jakarta diketahui menganggarkan 15,46 miliar rupiah untuk program wifi gratis dalam APBD Perubahan 2020. Spesifikasi yang dialokasikan dalam anggaran tersebut adalah penyewaan Wifi dengan kecepatan 50 mbps senilai Rp 6,2 juta per bulan per titik.

Hal ini menuai protes dari Anggota Fraksi Gerindra, Thopaz Nuhgraha Syamsul, yang mengatakan bahwa penyediaan wifi tersebut tidak tepat sasaran dan harga yang tidak masuk akal.

"Selain salah sasaran pada tempat pemasangannya, juga pada harga yang dikeluarkan sangat tinggi dan tidak logis," ujar Thopaz saat menyampaikan pandangan Fraksi 2 Agustus yang lalu.