Catat ya! Hanya Parpol Berani Gugat PT 20 Persen yang Raup Simpati Rakyat
RN - Ajakan Presiden PKS Ahmad Syaikhu untuk menggugat ketentuan Presidential Threshold/PT 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) patut mendapat atensi partai politik lain, terutama yang memiliki kursi di parlemen.
Ajakan ini penting direspons mengingat jika PT 20 persen dihapus atau dikurangi maka parpol yang paling diuntungkan karena bisa leluasa mengajukan pasangan capres-cawapres.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, setelah gugatan uji materi UU Pemilu terkait PT 20 persen yang diajukan dirinya bersama sejumlah tokoh ditolak oleh MK maka perjuangan berikutnya ada di tangan parpol. Sebab, pertimbangan MK yang bisa menguji aturan itu hanya parpol atau gabungan parpol.
BERITA TERKAIT :Suara Meledak, Fahira Idris Berpotensi Didorong Jadi Gubernur DKI
Rakor Bareng KPU Kota Soal Tahapan Pemilu, Pemkot Jakut Siap Dukung Tenaga
Menurutnya, yang perlu dipahami parpol bahwa isu utama Pilpres 2024 bukan sekadar nama-nama kandidat calon presiden yang sudah beredar. Lebih dari itu adalah kesadaran, pemahaman dan keyakinan rakyat bahwa aturan PT 20 persen bukan hanya sudah terbukti melahirkan polarisasi, tetapi juga bertentangan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi.
"Hemat saya, jika ada parpol atau gabungan parpol terlebih yang punya kursi di parlemen berani mengajukan gugatan PT 20 persen ke MK maka simpati dan dukungan publik akan mengalir,” ujar Fahira Idris melalui keterangan tertulisnya.
Parpol, masih menurut Fahira, justru yang paling diuntungkan karena bisa leluasa mengusung capres jika PT 20 persen dihapus atau dikurangi.
Di sisi lain, rakyat juga memiliki variasi pilihan capres yang kelak akan memimpin bangsa ini.
"Ketentuan PT 20 persen di tengah keharusan pileg dan pilpres digelar serentak sejatinya sudah tidak relevan lagi," tegasnya.
Fahira menegaskan, demi keadilan dan asas kesetaraan dalam berkompetisi, semua partai peserta pemilu mempunyai hak dan kesempatan yang sama mengajukan calon presidennya masing-masing. Rakyat punya hak dasar untuk leluasa memilih capres-cawapres yang disediakan sesuai konstitusional.
Pengembalian hak dasar rakyat itu, jelas dia, salah satunya melalui penghapusan ambang batas.
"Gelombang rakyat yang menginginkan ambang batas pencalonan presiden menjadi nol persen adalah bentuk keletihan atas praktik-praktik demokrasi yang tidak lagi dilandasi oleh akal sehat,” pungkas senator Jakarta ini.