KARAKTER Anies Baswedan sebagai tokoh pemersatu mandapatkan satu bukti lagi di ajang balap Formula E.
Sehari sebelum balap international ini digelar, Anies membuat video pendek. Isinya tegas dan lugas: bahwa Formula E bukan ajang kompetisi politik. Olahraga balap Formule E ini menjadi tempat bertemunya manusia lintas identitas, kelompok dan kepentingan.
Sepanjang tahun 2020-2022, publik menyaksikan Formula E dijadikan panggung dan obyek caci maki serta tuduhan yang mendiskriditkan Anies. Dan hari sabtu kemarin, 4 Juni 2022, Anies menjawabnya. Balap Formula E terselenggara dan sukses. Sukses acaranya, sukses penontonnya, sukses penyiaran medianya, dan sukses sponsornya. Meski banyak pihak yang menyayangkan ketidakhadiran satupun BUMN di event yang sukses ini.
BERITA TERKAIT :Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden Dan Wapres, Jalan Imam Bonjol Bakal Macet Parah
Putusan MK, Anies Ngaku Ibarat Main Bola, Cak Imin Ogah Pusing
CEO Formula E Jamie Reigle dan sejumlah driver memujinya. Jamie Reigle mengatakan bahwa sirkuit Formula E Jakarta berkelas. Dia ingin sirkuit Jakarta menjadi event tahuman untuk ajang balap Formula E.
Media dan dunia internasional mengapresiasi ajang balap Formula E di Jakarta ini. Ini kali pertama Formula E diselenggarakan di Asia Tenggara.
Ada empat hal yang lebih penting dari semua dinamika balap Formula E yang berliku dan terseret arus politik. Pertama, Formula E telah menjadi panggung bersama. Presiden Jokowi, gubenur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, kader partai pemenang sekaligus ketua DPR Puan Maharani dan ketua MPR Bambang Soesatyo berkumpul. Mereka berada di satu meja selama berjam-jam. Hadir pula Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. Di sinilah pesan Anies menemukan realitasnya. Bahwa panggung Formula E adalah panggung persatuan. Panggung bersatunya satu kepentingan di atas semua kepentingan yang ada yaitu kepentingan untuk negeri bernama Indonesia.
Yang berkompetisi adalah para pembalap di sirkuit, bukan penonton, apalagi para politisi. Para penonton adalah penikmat kompetisi yang hadir untuk menjadi penggembira dan menambah kemeriahan balapan. Bukan ikut berkompetisi dalam bentuk lain yang berpotensi merusak kemeriahan dan kegembiraan penonton lainnya. Apalagi sampai merusak panggung balapan.
Kedua, saat penyerahan trofi piala kepada para juara, ada hal menarik. Anies Baswedan, inisiator dan tuan rumah penyelengaraan Formula E menyerahkan trofi piala kepada juara kontruktor, tim Jaguar TCSM Racing yang berdirinya paling rendah. Anies memberi kesempatan kepada ketua panitia Ahmad Sahroni yang sekaligus kader Partai Nasdem ini untuk menyerahkan trofi kepada juara ke-2. Dan panggung utamanya diserahkan kepada presiden Jokowi untuk menyerahkan trofi piala kepada juara ke-1 yang dimenangkan oleh Mitch Evans, pembalap asal Australia.
Anies telah bersikap proporsional dan profesional. Formula E ini ajang balap internasional, maka presidenlah yang selayaknya mendapatkan panggung di mata dunia internasional. Di sisi ini, publik membaca Anies punya kerendahan hati yang layak diapresiasi. Anies tidak hanya memberikan panggung utamanya kepada presiden Jokowi, tapi juga menghargai keringat, kerja all out dan kegigihan ketua panitia dengan mempersilahkannya untuk menyerahkan trofi piala kepada juara ke-2. Sepanjang sejarah mungkin baru kali ini terjadi. Dimana ada kepala daerah yang menjadi inisiator, penyelenggara dan sekaligus tuan rumah perhelatan besar dan berkelas internasional mengambil posisi tidak sebagai penyerah trofi juara ke-1.
Poin yang ingin disampaikan Anies adalah hendaknya setiap orang selalu bisa bersikap proporsional dan bisa bekerja secara profesional. Menghargai semua pihak yang terlibat, dan mengutamakan kolaborasi serta suksesnya acara. Sekaligus Anies ingin menegaskan pula kepada publik bahwa balap Formula E bukan ajang untuk mencari panggung politik. Di Formula E, tidak ada tujuan politik. Kalau ada efek politik, itu hukum sosial dan bagian dari sunnatullah yang tidak perlu diributkan. Formula E bagi Anies adalah jualan dan promosi Indonesia kepada dunia. Ini salah satu poin utamanya
Meski publik tidaklah mungkin bisa memisahkan kesuksesan Formula E dengan nama Anies Baswedan. Formula E terlanjur identik dengan Anies. Salah satu faktornya karena adanya ketakutan pihak-pihak tertentu yang selalu dibayangi kesuksesan Formula E sebagai kendaraan Anies menyalib semua kompetitornya di Pilpres 2024. Mereka lalu melakukan upaya keras untuk menggagalkannya. Mulai dari interpelasi sampai mengusir Formula E dari Monas. Faktanya, ajang Formula E benar-benar sukses. Dan kesuksesan ini tidak melibatkan BUMN dan pawang hujan.
Ketiga, Formula E adalah promosi kendaraan bebas emisi. Formula E mempromosikan kendaraan ramah lingkugan. Selama ini, kendaraan berbahan bakar fosil (BBM) dianggap yang paling besar dalam menyumbang polusi udara. Dihadirkannya Formula E sebagai kampanye anti polusi udara dan mendorong bumi ini kembali bersih dengan kendaraan berbahan bakar listrik. Mobil berbahan bakar listrik akan menjadi kendaraan masa depan.
Anies, di panggung internasional, termasuk di forum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), adalah gubernur yang paling bersemangat menyuarakan kota dan dunia bebas polusi. Kampanye Anies tentang dunia bebas polusi telah mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi dari sekjen PBB.
Keempat, balap Formula E mengajarkan kepada kita bagaimana menyuguhkan balapan yang enak ditonton. Panggungnya terbuka, aturannya jelas, dan jurinnya tidak punya kepentingan alias bebas dari imtervensi. Semua kompetitor berkompetisi di panggung yang tersedia dengan sarana yang sama. Mereka taat aturan. Juri menilai berdasarkan fakta. Jika kompetisi politik berlaku seperti balapan Formula E, penonton bersemangat dan bersorak puas, apapun hasilnya.
Inilah empat hal terpenting yang harus kita tangkap pesannya dari ajang balap Formula E hari sabtu kemarin, 4 Juni 2022.
Sukses Pak Anies Baswedan, sukses buat seluruh rakyat Indonesia. Dengan Formula E, kita jadikan bangsa ini bersahaja, damai dan bebas dari segala bentuk polusi, meskipun berada dalam suasana kompetisi.
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa