Jumat,  19 April 2024

Aliansi Aksi Sejuta Buruh Demo Serentak 10 Oktober, Tuntut Harga BBM Turun Atau Jokowi yang Mundur!

Tori
Aliansi Aksi Sejuta Buruh Demo Serentak 10 Oktober, Tuntut Harga BBM Turun Atau Jokowi yang Mundur!

RN - 40 konfederasi, federasi, serikat pekerja bakal turun ke jalan untuk menolak kenaikan harga BBM subsidi, cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja dan Batalkan RUU-KUHP.

Aksi besar-besaran ini digelar serentak di Jakarta dan di berbagai ibu kota provinsi, kabupaten/kota pada 10 Oktober 2022 mendatang.

"Aksi unjuk rasa akbar ini akan dilakukan karena pemerintah maupun DPR tidak menghiraukan aspirasi yang disampaikan melalui unras, yang telah dilakukan oleh berbagai Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang terjadi hampir di seluruh daerah terutama di Jakarta," kata Presidium Aliansi Aksi Sejuta Buruh Arif Minardi pada keterangannya, dikutip Minggu (18/9/2022).

BERITA TERKAIT :
Ini Namanya Berkah Pilpres, Harga BBM Tidak Naik
Pajak Motor BBM Bakal Naik, Driver Ojol: Kami Bakal Protes Dan Siap Ngamuk

Aspirasi yang disuarakan belakangan ini malah direspons dengan menaikkan harga BBM yang membuat perekonomian kaum buruh semakin terjepit, dan juga mengesahkan revisi UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Sehingga bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi konstitusional dan berlaku di Indonesia.

"Serta kami menolak untuk DPR mensahkan RUU-KUHP menjadi UU KUHP," lanjutnya.

Aliansi berpendapat sejak awal pembentukannya, UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah bermasalah dan hal itu tergambar dengan jelas dari reaksi yang timbul dari banyak komponen masyarakat. Karenanya bisa dikatakan bahwa pemerintah bersama DPR telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam pembentukan UU tersebut. Tanda-tanda bahwa pemerintah bersama DPR akan tetap melanjutkan cara-cara akrobatik terlihat pada proses revisi UU PPP yang prosesnya sangat cepat.

"Bila kita menyimak putusan MK tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja, akan terlihat bahwa tidak mungkin UU ini menjadi konstitusional, bahkan setelah revisi UU PPP disahkan kecuali diulang dari awal sejak mulai perencanaan dan penyusunannya," urainya.

Arif menyebutkan, salah satu pelanggaran yang tidak memungkinkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dapat disahkan adalah putusan MK yang menyatakan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut melanggar asas yang tercantum dalam UU PPP. Pelanggaran asas tersebut adalah tidak secara memadai dilibatkannya berbagai pemangku kepentingan termasuk SP/SB sebagai representasi pekerja/buruh dalam proses pembentukannya.  Selain itu

"Secara gambling UU Omnibus Law Cipta Kerja ini melanggar Pasal 5 huruf (g) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan. Sehingga sebagai pihak terdampak langsung dalam hal ini pekerja/buruh tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan draft/naskah maupun saat pembahasan di DPR," ujarnya.

Di samping itu, masih kata Arif, UU Omnibus Law Cipta Kerja juga telah mengabaikan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan karena mulai dari perencanaan dan penyusunannya tidak melibatkan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit. "Ini artinya tidak terjadi proses komunikasi, konsultasi, musyawarah secara tuntas sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (19) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," terangnya.

Demikian juga halnya UU Omnibus Law Cipta Kerja telah mengabaikan UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) & (2), pasal 25 ayat (1) & (2), pasal 27, yang pada dasarnya SP/SB berfungsi memperjuangkan kepentingan anggotanya agar sejahtera dan berperan dalam mewakili pekerja/buruh dalam LKS Tripartit.

"Faktanya SP/SB tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan draft/naskah RUU Cipta Kerja padahal ini menyangkut nasib lebih dari 56 juta pekerja formal beserta keluarganya yang artinya juga pasti mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara umum," tegas Arie.

Berangkat dari hal ini, Aliansi Aksi Sejuta Buruh menuntut pemerintah untuk turunkan harga BBM, mencabut UU Omnibuslaw Cipta Kerja, batalkan RUU KUHP. "Bila tuntutan ini tidak dikabulkan maka kami meminta Bapak Joko Widodo mundur sebagai Presiden Republik Indonesia," pungkasnya.