Kamis,  25 April 2024

Berebut Kursi PJ Gubernur DKI, Apa Bahtiar Berani Lawan Mas Heru?

RN/NS
Berebut Kursi PJ Gubernur DKI, Apa Bahtiar Berani Lawan Mas Heru?
Edisi cetak Radar Nonstop pada Rabu, 14 September 2022.

RN - Nama Bahtiar memang mengejutkan. Dirjen Polpum Kemendagri itu muncul mendadak dan langsung mendapat dukungan.

Bahkan, Bahtiar menjadi salah satu yang mendapat rekomendasi untuk diajukan sebagai pengganti Anies Baswedan hingga 2024. Diketahui, masa jabatan Anies habis pada 16 Oktiber 2022.

"Bahtiar muncul mendadak dan langsung dapat dukungan. Ada apa ini?," tanya pengamat politik, Tamil Selvan kepada wartawan, Minggu (18/9).

BERITA TERKAIT :
Benarkah Pj Gub DKI Murka dan Bakal Rombak Eselon II dan III Termasuk 2 Walikota.?
Cuma Jadi Sarang Hantu, Kenapa Rumah Dinas Gubernur Jakarta Direstorasi Sampai Rp22,2 Miliar?

Ketua Forum Politik Indonesia Komunikolog Politik Pemerhati Hukum ini menyatakan, gerakan Bahtiar harus diperhitungkan. "Bisa saja ada operator yang bergerak untuk melobi kiri kanan agar dia jadi Pj Gubernur DKI," tegasnya.

Pria yang biasa disapa Kang Tamil ini melanjutkan, Bahtiar dipastikan akan bertarung adu kuat dengan Heru Budi Hartono. "Kalau Heru dilarang Jokowi tinggalkan Istana maka peluang Bahtiar bisa besar. Tapi, apa Bahtiar berani main kasar dengan Heru, tentunya dia slow sambil nunggu arah angin," ungkapnya.

Seperti diberitakan, ada enam fraksi yang mengusulkan nama Bahtiar saat rapat paripurna yang digelar DPRD DKI pada Selasa (13/9). Fraksi itu adalah PDIP, NasDem, Demokrat, Golkar, PAN dan PKS.

"Dengan dukungan enam fraksi, Bahtiar tidak bisa dianggap sebelah mata. Artinya dia punya kekuatan dan tim lobi yang oke," tambah Tamil.

Dari hasil paripurna yang diajukan DPRD sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta ke Kemendagri adalah Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Marullah Matali dan Bahtiar.

Heru dan Marullah mendapat dukungan 9 fraksi. Sementara Juri Ardiantoro hanya 3 fraksi.

Pecat Pegawai

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 821/5292/SJ. Melalui surat edaran itu, Tito mengizinkan pelaksana tugas (Plt), penjabat (Pj), maupun penjabat sementara (pjs) kepala daerah memberhentikan hingga memutasi pegawai tanpa izin dari Kemendagri.

SE yang diteken oleh Mendagri Tito Karnavian pada 14 September 2022 itu ditujukan kepada gubernur, bupati/wali kota di seluruh Indonesia. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benny Irwan membenarkan surat edaran tersebut.

Izin itu tertuang dalam poin nomor 4 surat edaran. Dalam poin itu, dijelaskan bahwa Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada plt, pj, dan pjs gubernur atau bupati atau wali kota untuk memberhentikan, memberikan sanksi, hingga memutasi pegawai.

4. Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk melakukan:

a. Pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/aparatur sipil negara di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

b. Persetujuan mutasi antardaerah dan atau antar-instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana ketentuan dimaksud.

Kendati begitu, plt, pj dan pjs harus melaporkan hal tersebut ke Mendagri paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak dilakukannya tindakan kepegawaian tersebut. Dikonfirmasi terpisah, Benny menjelaskan SE ini diterbitkan dalam rangka efisiensi serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

"Kalau minta izin lagi, itu kan akan memakan waktu yang lama," jelasnya.

Kendati begitu, khusus untuk pelantikan pejabat tinggi pratama dan madya tetap perlu mengantongi izin tertulis Mendagri.

"Kalau yang berkaitan dengan pejabat di internal mereka, apakah itu pejabat tinggi pratama, pejabat administrator, itu mereka tetap harus minta izin tertulis. Pj-pj harus minta izin tertulis kepada menteri. Kalau nggak dapat izin tertulis, nggak bisa," ujarnya.