Jumat,  22 November 2024

Ketum DPP Bapera: Indonesia Emas 2045, Harus Gencarkan Propaganda Romantisme Nusantara

Tori
Ketum DPP Bapera: Indonesia Emas 2045, Harus Gencarkan Propaganda Romantisme Nusantara
Ketua Umum DPP Bapera, Fahd El Fouz/dok DPP Bapera

 

RN - Ketum DPP Bapera Fahd El Fouz A Rafiq memprediksi kemungkinan besar Turki akan menyerbu Yunani seperti halnya Tiongkok akan mengambil Taiwan.

"Sebentar lagi Taiwan dianeksasi Tiongkok hanya soal waktu saja, mengapa saya berani prediksi demikian karena kedua pemimpin negara tersebut memiliki romantisme sejarah bangsanya dan mereka setipe dengan Vladimir Putin yang sukses merebut empat provinsi Ukraina," ujar Fahd di Jakarta.

BERITA TERKAIT :
Senin Siang, Fahd Lantik 8 Pengurus DPD Bapera Kabupaten Kota se-Riau
Melani Suharli Beberkan Kontribusi PT Adhi Karya Dalam Membangun IKN Nusantara

Mantan Ketum PP AMPG ini menjelaskan, dalam perang Ukraina bukan hanya menahan serangan NATO, namun romantisme sejarah Alexander the Great dan Uni Sovyet masih ada dalam benak Vladimir Putin.

Seperti halnya Erdogen punya romantisme Great Byzantium maka pasti Turki akan menyerbu Yunani. Tiongkok menginginkan Taiwan masuk kembali negerinya Xi Jin Ping menjadi satu negara dan satu sistem dalam Imperium Tiongkok.

Pria yang berprofesi sebagai pengusaha ini mengharapkan kelak akan ada putra bangsa yang menjadi pemimpin Indonesia dan memilliki romantisme kembali wilayahnya dari terpotongnya kanal kra hingga kepulauan Melanesia, Fiji, Kiribati di timur, Filipina di sisi utara sampai kepulauan Pasir dan Christmas Island di sisi selatan.

"Jadi ada 24 negara yang bakal masuk dalam konfederasi nusantara baru jika ada pemimpin yang memiliki romantisme imperium tersebut," ungkapnya.

Romawi memiliki sejarah panjang 1.600 tahun berkuasa sampai diabadikan di Alquran dalam surah Rum dan ternyata bisa roboh juga dalam delapan kali percobaan serangan penaklukan. Namun yang terakhir baru bisa menaklukkan adalah sang Jenderal Kaisar Genseric, yang mengendalikan laut dari Afrika Utara hingga membuat lapar Roma.

"Bukan karena Genseric pintar Romawi kalah, di dalam Romawi kehancuran tatanan sosial yang pejabatnya, senatnya korup, penguasa penggemar foya-foya, tentara petugas keamananya menekan rakyat dan sistem keadilan yang buruk hanya memihak siapa yang bayar. Momen ini ditunggu oleh Genseric, yang akhirnya bisa menaklukan Roma di sisi barat," urai Fahd.  

Menurut dia, sejarah hancurnya peradaban Romawi perlu dipelajari agar kesalahan Romawi tidak diulangi kembali pada generasi mendatang, khsususnya yang mendambakan Romantisme Nusantara.

"Fakta yang didapat adalah menyerang negara besar akan sulit mengalahkannya dari luar, harus dari dalam, ketika dalamnya bobrok, itulah masa dari luar menyerang dan kalau kita kuat dalamnya, selalu terjaga integritasnya, patriotismenya, swasembadanya sandang, pangan, papan, kehidupan  kesamaan peluang dan melakukan meritokrasi maka sulit negara tersebut akan rubuh," terang mantan ketum DPP KNPI ini.  

Kekuasaan 2.000 tahun Nusantara diyakininya pasti bisa tercapai. Seperti negara yang sedang mendominasi dunia yaitu Amerika dan Tiongkok dimungkinkan bisa hancur bukan karena faktor dari luar, tapi faktor dari dalam negeri tersebut.

"Sebelum banyak negara yang ingin menghancurkan Indonesia dari dalam, kita harus menyiapkan Indonesia emas 2045 dan GDP 20 kali naik sekarang dalam 22 tahun ke depan, GNP minimum 30 triliun dolar kira-kira bisakah tercapai? mimpi?" ujar Fahd.

"Semua memang mimpi, namun selama masuk dalam pikiran kita semua dan terus dicekoki kepada generasi milennial dan masuk ke dalam pikirannya maka semuanya bisa terjadi," imbuhnya.

Saat ini usia NKRI belum sampai 80 tahun. Andalusia pernah menjadi pusat peradaban Islam dunia yang wilayahnya mulai dari Persia, Arabia hingga Eropa selama kurang lebih 700 tahun. Andalusia pusat pemerintahannya adalah Granada.

"Mengapa Andalusia yang sangat powerfull bisa bubar? apa karena serangan musuh dari luar? Jadi, musuh Andalusia waktu itu adalah kerajaan Aragon yang sekarang menjadi negara Spanyol," ulas dia.  

Ada hal yang menarik soal Raja Ferdinand of Aragon ini, yaitu terus mengirim mata-matanya ke Granada. Tugas sang mata-mata tersebut sebenarnya sangat sederhana yaitu memantau ocehan masyarakat Granada.

Fahd menceritakan, sang mata-mata Aragon melihat anak kecil menangis. Dihampirinya sang bocah dan bertanya tentang apa yang menyebabkan dia menangis. Anak itu menjawab, “Aku menangis karena anak panahku tidak tepat sasaran."

"Bukannya kamu bisa mencoba lagi" kata sang mata-mata. Jawaban sang bocah cukup mengejutkan, "Jika suatu saat anak panah saya gagal mengenai musuh, apa mungkin musuh memberi saya kesempatan untuk memanah lagi?" ucapnya.

Mendengar ocehan bocah tersebut, sang mata-mata menyarankan Raja Ferdinand untuk tidak menyerang Granada saat ini.

Beberapa belas tahun kemudian sang mata-mata kembali ke Granada dan dilihatnya dua orang dewasa secara terpisah. Satunya bersedih, satunya lagi menangis. Dia pun bertanya kepada yang bersedih, "Mengapa kamu bersedih?" Dijawab, "Saya mendapat hukuman berat untuk sesuatu yang tidak saya kerjakan."

Lalu sang mata-mata bertanya pula kepada yang menangis, "Mengapa kamu menangis?" Dijawab, "Kekasihku pergi meninggalkanku untuk menjadi kekasih sang pejabat."

Maka sang mata-mata memberikan kode, inilah waktu yang tepat untuk melakukan penyerangan karena ocehan warganya akan ketidakadilan dan sudah rusak norma sosial negara.

Raja Ferdinand pun menyiapkan tentaranya dalam satu tahun kemudian masuk menyerbu dan menaklukan Andalusia. Tidak butuh lama Granada sebagai benteng terakhir kaum muslimin di Eropa waktu itu dapat dikuasai dengan mudah.

"Jadi, apa moral story cerita Granada ini? Mungkinkah tragedi Granada terulang di negeri Tiongkok atau terulang di Amerika atau bisa terjadi di negeri tercinta Indonesia," pungkas Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar ini.