RN - Wacana pembatasan usia kendaraan di DKI Jakarta untuk menekan macet dan polusi dianggap ide basi.
Pakar transportasi Darmaningtyas mengungkapkan wacana pembatasan usia kendaraan itu sudah muncul sejak jaman Gubernur Ahok.
Darmaningtyas menjelaskan, pemangku kebijakan belum konsisten untuk memastikan situasi lalu lintas aman dan lancar sekaligus berefek menekan polusi udara.
BERITA TERKAIT :Macet DKI Makin Parah, Begini Cara Ngeles Pj Gubernur Heru
Tri Dinilai Mampu Urai Kemacetan Di Kota Bekasi, Ini Analisa Pengamat Dan Pendiri FDTJ
Ia menjelaskan pemerintah pusat dan daerah harus mempelajari kondisi sekarang yang harus diperhitungkan adalah membatasi kapasitas mesin kendaraan.
Menurutnya, dalam usaha menekan macet dan polusi hal yang harus dilakukan adalah hanya mengizinkan kendaraan dengan kapasitas mesin kecill yang beredar di ibu kota.
"Kalau mau konsisten mengurangi kendaraan bermotor, motor itu dibatasi cc-nya di bawah 100 cc. Biar lambat, dan orang males beli sepeda motor," kata dia kepada awak media, Selasa (7/5).
Ia menjelaskan kalau Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan membatasi usia kendaraan, maka akan timbul reaksi beragam di masyarakat.
Misalnya, kata dia, pemilik motor dan mobil tua yang kini kembali menjadi tren untuk dikoleksi. Pemilik akan berdalih kendaraan yang dimiliki punya perawatan yang baik dan minim emisi karbon.
"Ada mobil kuno seperti VW, ada Vespa dan sekarang juga sedang ngetren. Itu semua kan kendaraan-kendaraan lama. Kalau ada pembatasan usia kendaraan berarti kan enggak boleh beroperasi, nah apakah bisa? Pasti akan menimbulkan reaksi karena mereka akan mengatakan kendaraan saya rawat dengan baik sehingga polusinya tidak tinggi," tuturnya.
Selain itu, reaksi masyarakat terhadap pembatasan usia kendaraan bermotor akan timbul persepsi kesenjangan sosial. Darmaningtyas memaparkan hal itu justru akan ada kecemburuan sosial di masyarakat lantaran lapisan masyarakat menengah ke atas yang bisa menikmati kendaraan.
"Menurut saya, jujur sepertinya agak sulit diimplementasikan. Jadi aturannya sudah jelas ada di Undang-undang dan Peraturan Gubernur tetapi sulit," tuturnya.
Dengan begitu, menurutnya pembatasan CC kendaraan bermotor menjadi salah satu cara agar perlahan masyarakat beralih ke kendaraan umum.
Bukan tanpa alasan, 100 cc pada motor dianggap Darmaningtyas sebagai kecepatan yang relatif lambat. Praktis, hal ini membuat masyarakat beralih ke transportasi publik.
Dengan demikian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang diterima pemrintah daerah juga tak merosot warga bisa membeli dengan dimensi mesin yang disesuaikan.
Selain itu dibarengi dengan kenaikkan pajak kendaraan, menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif parkir kendaraan pribadi di DKI Jakarta.
"Itu kalau mau membatasi penggunaan kendaraan bermotor tanpa harus membatasi usia kendaraan," katanya.
Sebelumnya, Kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta diusulkan pembatasan usia pemakaian.
Usulan itu disampaikan Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail. Menurutnya, pembatasan usia kendaraan bisa menjadi opsi dari kebijakan pembatasan kendaraan pribadi sesuai Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bagian kewenangan khusus perhubungan.
"Sebenarnya opsi lainnya bisa dipilih pembatasan usia kendaraan yang boleh berlalu lalang di Jakarta. Toh, kebijakan itu ujung-ujungnya mengurangi jumlah kendaraan yang beredar berdasarkan usia kendaraan. Nanti puncaknya juga adalah mengurangi emisi kendaraan," ujar Ismail dikutip dari laman DPRD DKI, Minggu, (5/5).
Pembatasan usia kendaraan yang tidak layak dari emisi gas buang telah diterapkan oleh beberapa negara, di antaranya Singapura.
Tujuan dari pembatasan kendaraan pribadi yaitu agar tercipta satu lingkungan yang lebih baik terutama untuk kondisi udara dan kemacetan.
Lebih lanjut ia meminta untuk usulan tersebut dikaji secara mendalam. Karena jika pembatasan kendaraan pribadi diterapkan, maka hal itu akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor yang merupakan salah satu kontributor penyumbang pajak terbesar.