RADAR NONSTOP - Komplotan pemburu sirip lumba-lumba bercokol di Bantul. Sabtu (6/7) malam, seekor lumba-lumba ditemukan tewas di kawasan Parangtritis tepatnya Pantai Depok, Kecamatan Kretek, Bantul, DIY.
Saat ditemukan, bangkai lumba-lumba dalam kondisi tidak utuh. Siripnya terpotong. "Siripnya hilang dan seperti disayat orang," aku warga setempat.
Di Pantai Depok tercatat sudah lima lumba-lumba tewas. "Tapi yang ini aneh karena siripnya hilang," ucapnya.
BERITA TERKAIT :Ikan Ke Darat Di Pantai Carita Banten, Warga Heboh Sinyal Tsunami
Sekap Bocah Di Pospol & Minta Tebusan, Pecandu Narkoba Jakarta Selalu Bikin Gaduh
Koordinator SAR Satlinmas wilayah III Parangtritis, Ali Joko Sutanto mengatakan, lumba-lumbanya sudah mati dengan kondisi tubuh tidak utuh dan penuh sayatan. Selain itu, sirip atas dan sirip samping lumba-lumba juga hilang.
Ukuran lumba-lumba tersebut cukup besar. Mengingat beratnya mencapai sekitar 2 kuintal dengan panjang sekitar 2,5 meter.
Mitos Apa Fakta
Sebagian masyarakat yakin kalau lumba-lumba mujarab menyembuhkan segala penyakit. Bahkan ada juga yang yakin kalau lumba-lumba bisa bikin hoki.
Benarkah? Kepercayaan manusia terhadap kemampuan lumba-lumba sebagai binatang penyembuh sudah ada sejak lama. Pada zaman Romawi-Yunani kuno, lumba-lumba kerap dikaitkan dengan dewa-dewi.
Dalam mitologi Yunani Kuno, disebutkan bahwa Putra Poseidon, Taras, diselamatkan dari sebuah kecelakaan kapal oleh seekor lumba-lumba yang dikirim ayahnya.
Nenek moyang suku Celtics menganggap lumba—lumba memiliki kemampuan ajaib dalam hal penyembuhan. Kepercayaan ini juga dimiliki orang Norwegia kuno.
Berselang waktu, orang-orang Brazil malah memperdagangkan bagian tubuh lumba-lumba untuk dijadikan bahan pengobatan.
Namun, orang yang paling berperan dalam anggapan tentang lumba-lumba dapat digunakan sebagai terapi penyembuhan adalah John C Lilly. Ahli neurologi itu menjadi orang yang menyatakan bahwa ada kemampuan lumba-lumba dalam terapi penyembuhan.
John C Lilly melakukan pengamatan kepada interaksi lumba-lumba dengan anak penderita autisme.
Pernyataan John C Lilly menjadi dasar penggunaan dolphin-assisted therapy, yang kemudian menimbulkan munculnya banyak penangkaran lumba-lumba untuk terapi.
Akan tetapi, dilansir dari laman The Verge, peneliti dari Emory University di Atlanta, Amerika Serikat, Lori Marino mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menyebutkan lumba-lumba bisa dimanfaatkan sebagai terapi penyembuhan.
Menurut Lori Marino, memang ada penelitian di Australia yang menyebut bahwa berenang dengan lumba-lumba dapat mengurangi rasa cemas. Namun, menurut Marino, penelitian itu berdasarkan pada kuesioner terhadap 168 orang sehat.
Lori Marino pun menyatakan bahwa pendekatan terapi lumba-lumba untuk penyembuhan berdasarkan kepercayaan lama atau mitos belaka.