RADAR NONSTOP- Jika Wacana penambahan masa jabatan presiden disetujui maka wajah Negara atau pemrintah bisa jadi monster.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Bola Liar Amandemen, Masa Jabatan Presiden Diperpanjang” di Media Center Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (28/11/2019).
“Kalau negara atau pemerintah, itu menjadi Monster, mohon maaf itu kerjanya menindas rakyat ini yang kita tidak mau, artinya jabatan presiden, katakan ditambah tentu manfaatnya harus lebih besar bukan?, mohon maaf lebh seperti monster digambarkan oleh Thomas Hobbes dengan Leviathan itu yang harus kita jaga-jaga,kita ingatkan bersama anggota DPR,” tegasnya.
BERITA TERKAIT :Ruud Van Nistelrooy Cetak Rekor Sempurna
Ruang Gerak Pertamina Terbatas, SPPSI Jakarta Dorong Revisi UU Migas
Untuk itu, Ujang menjelaskan, masa jabatan presiden lima tahun, dan bisa menjabat dua periode yang selama ini berlaku di Indonesia sudah sangat ideal.
Terkait wacana amandemen konstitusi, Ujang menuturkan, bahwa pada awal reformasi, amandemen dilakukan untuk membatasi kekuasaan, membatasi kewenangan presiden yang begitu besar, mengkoreksi jalannya pemerintahan yang dianggap tidak efektif dan terjadi banyaknya penyalahgunaan kekuasaan.
“Oleh karena itu, anggota MPR tahun 1999- 2002 membatasi dengan dua periode itu. Sekarang ada wacana ingin satu periode 7 tahun, 6 tahun atau 8 tahun, dan ada tiga periode. Tentu ini harus dikaji secara akademik,” terangnya.
Ujang mengingatkan, jangan sampai wacana amandemen yang digagas MPR menghantarkan ketatanegaraan Indonesia kembali seperti zaman orde lama dan orde baru.
“Makanya kita serahkan kepada Dewan yang terhormat ini, untuk mengkaji ini secara mendalam,” pungkasnya.