Jumat,  19 April 2024

Gaduh Vaksin Nusantara Buatan Eks Menkes Terawan 

RN/NET/NS
Gaduh Vaksin Nusantara Buatan Eks Menkes Terawan 
Ilustrasi

RN - Vaksin Nusantara buatan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) gaduh. Banyak ahli medis menolak obat penangkal Corona itu. 

Tapi, kalangan DPR dan beberapa tokoh mendukungnya. Seperti Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menegaskan pemerintah akan terus memastikan efektivitas, keamanan dan kelayakan vaksin yang digunakan untuk vaksinasi.

Pernyataan ini dikemukakan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 merespons berbagai temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada pembuatan vaksin Covid-19 Nusantara.

BERITA TERKAIT :
Kosmetik Beracun Marak, Jangan Kaget Kalau Lihat Wajah Cewek Jabodetabek Geradakan 
Cacar Monyet Marak, DKI Baru Punya 1.000 Dosis Vaksin  

"Oleh karenanya, dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia termasuk vaksin Nusantara, harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang sudah diakui dan sesuai standar WHO," kata Wiku, Rabu (14/4/2021).

BPOM sebelumnya menyebutkan bahwa vaksin Nusantara memiliki sejumlah kejanggalan. Misalnya, seperti correction action yang kerap kali diabaikan saat pelaksanaan uji klinik fase pertama.

Selain itu, ada juga tahapan good critical trial, good manufacturing yang belum terpenuhi. Bahkan, proof of concept dan efektivitas terkait kemampuan meningkatkan antibodi belum meyakinkan.

Vaksin yang digagas oleh eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu kini tidak mendapatkan izin untuk melanjutkan uji tahap berikutnya.

Wiku enggan memberikan komentar lebih jauh terkait kelanjutan uji klinis fase pertama vaksin Nusantara. Menurutnya, hal tersebut menjadi kewenangan dari BPOM selaku regulator.

"Kewenangan tersebut ada di BPOM selaku otoritas resmi dalam hal pengawasan obat dan makanan," katanya.

Tak kunjung mendapat restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), para peneliti vaksin Nusantara tetap lanjut uji Fase II di RSPAD Gatot Seobroto. Juru bicara vaksinasi COVID-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia menjelaskan konsekuensinya.

"Konsekuensinya kalau sebagai penelitian saja tidak apa-apa, asal tidak menjadi produk yang akan dimintakan izin edar," kata Rizka sembari menegaskan belum ada izin untuk uji fase II vaksin Nusantara,, Rabu (14/4/2021).

Catatan BPOM

Kepala BPOM Penny K Lukito ada sejumlah catatan termasuk kejadian tidak diinginkan (KTD) selama proses uji vaksin Nusantara berlangsung. Dalam hearing atau diskusi bersama para peneliti vaksin Nusantara 16 maret 2021 lalu, terungkap jumlah KTD dalam uji Fase I mencapai 71,4 persen dari total relawan.

Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) meskipun dalam grade atau kategori 1 dan 2. Beberapa relawan di antaranya juga mengalami KTD di kategori 3 dengan tingkat keluhan efek samping lebih berat. 

Kejadian tidak diinginkan kategori 3:
- 6 subjek mengalami hipernatremi
- 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN)
- 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol

Kejadian tidak diinginkan kategori 1 dan 2:

- Nyeri lokal
- Nyeri otot
- Nyeri sendi
- Nyeri kepala
- Penebalan
- Kemerahan
- Gatal
- Petechiae (ruam)
- Lemas
- Mual
- Demam
- Batuk
- Pilek dan gatal.

"Kejadian yang tidak diinginkan pada grade 3 merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji klinik yang tercantum pada protokol uji klinik," sebut Penny dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (14/4/2021).

Namun, para peneliti disebut Penny tak menghentikan proses uji vaksin Nusantara hingga dan tak melakukan analisis terkait kejadian efek samping tersebut. Ia menjelaskan para peneliti vaksin Nusantara juga tak memahami proses pembuatan vaksin berbasis sel dendritik karena tak terlibat dalam penelitian.

"Semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc USA dimana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut. Peneliti utama Dr Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian," tutur Penny.

Penny menyebut semua komponen utama di pembuatan vaksin Nusantara adalah impor dari Amerika Serikat. Seperti antigen, hingga alat-alat untuk persiapan.

Menurutnya, hal ini bisa menyita waktu lebih lama untuk melakukan produksi vaksin lantaran industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi.

"Membutuhkan waktu 2 hingga 5 tahun untuk mengembangkan di Indonesia," kata Penny.