RN - Ucapan Wali Kota Depok Mohammad Idris soal jangan sampai DKI Jakarta jadi kota mati jadi rius. Pengamat menilai ucapan M Idris itu seperti kompor.
Pengamat kebijakan publik dari lembaga Kajian Politik Nasional (KPN) Miftahul Adib menilai, ucapan M Idris bak kompor meleduk. "Dia ingin gabung ke Jakarta tapi ada bumbu bahasa yang kurang pas soal jangan sampai DKI jadi kota mati," ungkap Adib kepada wartawan, Sabtu (16/7).
Adib mengatakan, ucapan Idris bisa memicu amarah warga Jakarta. Selain itu, Idris juga mengkaitkan soal IKN. "Inikan sama saja membenturkan IKN yang menjadi program nasional oleh Jokowi. Harusnya Idris yang ingin gabung ke Jakarta itu mencari bahasa yang pas," tukasnya.
BERITA TERKAIT :Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Jakarta Masih Ibu Kota, IKN Masih Berantakan?
Secara kebijakan kata Adib, ada kesan Idris ini sudah lelah memimpin Depok. "Dua periode Idris memimpin Depok mungkin buntu karena tidak ada juga perubahan di Depok," sindirnya.
Adib menduga kalau Idris sedang membuka ruang kontroversi. "Atau Idris ini lagi cari rating mau maju di Pilkada DKI 2024 seperti Wali Kota Bogor Bima Arya yang lagi cari panggung," sindirnya.
Jakarta Raya
Awalnya Idris mengusulkan Depok bergabung dengan Jakarta. Dia mengingatkan agar Jakarta tidak menjadi kota mati setelah ibu kota negara (IKN) pindah ke Nusantara di Kalimantan Timur.
"Ini harus dibenahi sehingga Jakarta jangan sampai, setelah IKN (Ibu Kota Negara) jadi, kota mati. Potensinya sudah luar biasa, kemajuannya, ekonominya. Kita bisa jadikan kota misalnya. Misal ide saya ya, kota perekonomian internasional. Nanti ditunjang oleh penunjang-penunjang di sebelahnya," papar Idris di Jalan Karya Bakti, Beji, Jumat (15/7/2022).
Idris menilai kota penyangga Jakarta memiliki banyak persamaan. Terlebih, kata dia, ada ikatan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) wilayah Jabodetabekjur.
"Kan pembangunan pelayanan sangat terkait dengan kesejahteraan masyarakat, UMKM-nya sama, kasus anak kepemudaannya juga sama. Depok, Bekasi, Tangsel, Jakarta Raya itu sama. Dulu pernah ada ikatan namanya BKSP, Badan Kerja Sama Pembangunan, yang terakhir diketuai oleh Pak Anies," ucapnya.
Namun, dia mengatakan, kolaborasi antarwilayah bisa terbentur beragam regulasi. Dia mengatakan tarik-menarik politik bakal menjadi salah satu benturan.
"Karena kita terbentur dengan aturan ketentuan tentang masalah hibah, terbatas sekali hibah itu. Terus belum lagi persetujuan DPRD ya kan, tarik-tarikan politik dan sebagainya," ucapnya.
Idris menilai pernyataannya hanya usulan. Keputusan tetap ada di pemerintah pusat.
"Kewenangannya pemerintah pusat, DPR, MPR termasuk Presiden. Ketika mengeluarkan kebijakan IKN, nah kita usulkan pada Presiden, coba kota-kota Jakarta dan penyangganya dibenahi. Dulu kan di zaman penjajah pernah ingin dijadikan Jakarta dan sekitarnya 'Amsterdam-nya Indonesia'," ucapnya.
Idris menambahkan usulan Jakarta Raya itu terkait dengan keberadaan Ibu Kota Negara (IKN).
"Ini harus diluruskan pemahaman Jakarta Raya, bahwa isu yang saya lontarkan itu terkait dengan penerapan Undang-Undang IKN," paparnya.
Selain itu, ide Jakarta Raya bukan usulan teranyar. Idris menyebut ide itu sempat dilontarkan saat zaman Orde Baru.
"Saya teringat dulu pernah ada beberapa ide sejak zaman Orde Baru. Ide ini sudah ada terakhir kalau nggak salah Pak Sutiyoso dengan pakar pemerintahan daerah Pak Ryaas Rasyid. Beliau melontarkan bahwa euforia otonomi ini jangan sampai merugikan negara," ucapnya.
Menurutnya, persoalan yang ada di Jakarta dan daerah penyangga terkait satu dan lainnya. Hal itulah yang menjadi dasar usulan penyatuan Jakarta Raya.