RN - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta sepertinya jago ngeles. Dinas yang dipimpin Asep Kuswanto ini berkelit soal pencemaran dan udara kotor Jakarta.
Di Kanal Banjir Timur (KBT) di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara viral. Sebuah foto yang memperlihatkan seorang atlet dayung tengah berlatih di tengah hamparan buih bak permadani.
Foto tersebut viral di media sosial. Tapi Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto berkelit. Dia menyebut kalau busa itu limbah usaha laundry (penatu) baju.
BERITA TERKAIT :Gak Lolos Uji Emisi Stop STNK, Aturan Anget-Anget Tai Ayam?
Limbah Minyak Cemari Laut Indonesia, Belanda Dari Dulu Bikin Susah Doang
"Itu sebenarnya juga merupakan dampak. Mohon maaf pada seluruh warga. Itu, kan, dari deterjen, kemudian karena adanya arus sehingga airnya menimbulkan busa," ungkap Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, di kawasan Rorotan, Jakarta Utara, Senin (13/5/2024).
Ia menyebutkan, usai kejadian tersebut, DLH DKI telah mengimbau pengusaha laundry agar membuang limbah usaha mereka dengan cara yang benar. Menurutnya cara untuk meminimalisasi cairan kimia dari usaha laundry adalah dengan memasang kerikil di saluran pembuangan mereka.
"Kalau industri tersebut tanggung jawab, jadi ada pengolahan sederhana itu menggunakan kerikil-kerikil. Itu ada metodenya sendiri dan diharapkan memang bisa mereduksi (pencemaran) daripada dibuang langsung ke badan air," ungkapnya.
Asep mengeklaim bahwa kejadian munculnya busa di aliran sungai BKT memang beberapa kali terjadi. Dia mengakui, DLH DKI hingga kini belum bisa menindak lebih jauh terhadap pengusaha laundry yang tergolong masih UMKM.
Pada Senin (13/5), kualitas udara di DKI Jakarta berada dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.35 WIB menunjukkan bahwa Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 105, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di angka konsentrasi 37 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi tersebut setara 7,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini tersebut pun mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara peringkat kesepuluh terburuk di dunia.
Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Senin adalah Delhi (India) dengan indeks kualitas udara di angka 197, diikuti Dhaka (Banglades) di angka 185 dan Tashkent (Uzbekistan) di angka 144.
Sejumlah wilayah di Jakarta yang tercatat memiliki kualitas udara dengan kategori tidak sehat, yakni Cilandak Barat, Jeruk Purut dan Kalideres.
Masyarakat pun direkomendasikan untuk menghindari aktivitas di luar ruangan, khusus kelompok sensitif sebaiknya mengenakan masker saat di luar, menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor serta menyalakan penyaring udara.
Sementara itu, Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta secara keseluruhan untuk polusi udara PM2,5 berada pada kategori sedang dengan indeks di angka berkisar 75-91.
Kategori sedang berarti tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif.
Sebelumnya, BMKG mengungkapkan bahwa Jakarta mulai memasuki musim kemarau pada Mei dan diprediksi mencapai puncaknya pada Juni 2024. Bersamaan dengan itu, Jakarta diprediksi kembali dilanda polusi udara.
"DLH DKI Jakarta jago ngeles. Masa pencemaran dibilang air sabun dan udara bersih dibilang aman," sindir pengamat politik Adib Miftahul.
Adib Miftahul meminta DLH bekerja dengan maksimal. "Bahaya buat kesehatan warga ibu kota. Cek dulu jangan asal ngeles aja," terangnya.