RADAR NONSTOP - Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan sosialisasi pedoman pengumpulan data hortikultura (SPH) secara daring.
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan via zoom meeting ini untuk memberikan sosialisasi terhadap para petugas di daerah. Tercatat 7200 petugas lapangan dari seluruh daerah yang bertugas mengumpulkan data dari para petani dan pelaku usaha mengikuti sosialisasi terhitung mulai 30 November – 14 Desember 2020 ini.
Fungsi pertemuan ini adalah menyamakan persepsi antar petugas dari Dinas Pertanian maupun BPS. Hal ini sebagaimana arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang terus menggaungkan pentingnya big data pertanian yang berasal dari level terendah minimal tingkat kecamatan.
BERITA TERKAIT :Pupuk Palsu Untuk Petani, Monopoli Cuan Para Pejabat Kementan
Terbukti Lakukan Pemerasan Di Kementan, SYL Dibui 12 Tahun
Selanjutnya diarahkan oleh Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto bahwa komoditas yang didata statistiknya juga harus disesuaikan kembali dengan lingkungan strategis pemgembangan pertanian. Sebaliknya komoditas yang kurang memiliki kontribusi ekonomi dapat dikeluarkan.
“Tujuan dari pengumpulan data ini guna menghasilkan data berkualitas. Kami memperoleh data terkini dan data yang dapat dipertanggungjawabkan mulai dari propinsi, kabupaten dan kecamatan. Kami juga berkerja sama dengan Pusat Data dan Informasi Pertanian selaku wali data Kementerian Pertanian dan Biro Pusat Statistik (BPS) selaku pembina SPH ini. Kami di sini berposisi sebagai produsen data,” ujar Sekretaris Ditjen Hortikultura, Retno Sri Hartati.
Retno menyebutkan, kegiatan pembaruan data pertanian mengikuti Peraturan Presiden No.39 tahun 2019 tentang satu data (single data) Indonesia. Saat ini ada beberapa penyesuaian termasuk usulan dari beberapa direktorat teknis. Ada beberapa komoditas dari direktorat yang berubah, seperti penambahan komoditas baru ataupun menghapus komoditas yang sudah ada sebelumnya.
“Ada beberapa yang dicabut komoditasnya, ada juga yang ditambah. Jadi ada pergeseran dari sisi komoditas,” kata Kepala Bagian Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Purnomo Nugroho.
Targetnya, tambah Purnomo, awal Januari 2021 sudah menggunakan formulir SPH terbaru. Pengumpulan data terbagi menjadi dua periode yaitu untuk bulanan yang dikumpulkan tiap akhir bulan dan data triwulan tiap kelipatan tiga bulan.
“Salah satu kendala dalam pengisian data ini, petugas belum bisa menggunakan teknologi masa kini sehingga dalam mengisi data petugas masih menggunakan formulir kertas. Selain itu, jumlah petugas juga masih kurang sehingga acapkali menyebabkan keterlambatan pengumpulan data. Lokasi yang jauh juga membutuhkan petugas lebih banyak untuk mengumpulkan data yang ada,” lanjut Purnomo.
Sosialisasi pedoman pengumpulan data hortikultura (SPH) ini diadakan secara online (virtual literacy).
“Semua memiliki tanggung jawab masing-masing. Mulai 2021 daftar pengisian SPH ada tiga rangkap, putih untuk BPS tingkat kabupaten, hijau untuk petugas dinas pertanian tingkat kab/kota dan kuning pengumpul data di kecamatan,” ujar Purnomo.
Dalam sesi tanya jawab, diketahui bahwa bengkoang sementara tidak dimasukkan ke dalam SPH. Bila ada datanya, bisa dimasukkan ke data sendiri dalam data proritas daerah.
Sementara untuk data nasional tidak perlu dimasukkan. Sementara itu perdagangan tanaman hias yang diperhitungkan adalah yang termasuk kategori komersial.
Komoditas yang baru dimasukkan dalam SPH mulai 2021 adalah cabai keriting serta jamur merang, tiram, dan lainnya; buah naga, kelengkeng, jeruk lemon; jeruk nipis, serai.
Untuk tanaman hias yaitu bromelia, puring, bogenfil. Sedangkan komoditas yang dikeluarkan adalah: lobak, kacang merah dan blewah, markisa, dlingo dan kiji beling. Untuk tanaman hias yang dikeluarkan adalah anyelir, gladiol, adenium, euforbia, monstera, difenbahia, anturium daun dan kaladium.
Total komoditas yang dilakukan pendataan statistiknya yaitu: Sayuran 26 komoditas, Buah-buahan 27 komoditas, Tanaman Obat 15 Komoditas, dan Tanaman Hias 19 komoditas.
Pengisian data awal triwulan, untuk komoditas baru melakukan laporan SBS bulanan di awal Januari. SPH triwulan di awal triwulan.
“Kondisinya sama dengan akhir tahun. Kalo SBS di akhir bulan 12,,” jelas Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Widhiyanti Nugraheni.
Sementara itu untuk perhitungan produksi jamur tiram dilakukan dengan menghitung luas jamur dalam hitungan kubungnya. Dalam satu baglog bisa menghasilkan berapa kali panen yang dikali dengan luas lahan.
“Caranya dengan menghitung luas x lebar dan panjang x hasil kuantitas per baglog. Bila dalam satu tempat bertingkat, kalikan per tingkatnya,” papar Widhi dalam penjelasannya.