RN - Keamanan situs suci Buddha di Bagan, Myanmar terancam. Saat ini, monumen Buddha terdampak dahsyatnya gempa Myanmar berkekuatan magnitudo 7,7 pada Jumat (28/3/2025).
Salah satu situs Buddha terbesar di dunia ini berada di garis patahan utama Sagaing di pusat Myanmar. Pada gempa Myanmar yang terjadi pada 2016, beberapa monumen mengalami kerusakan.
Dilansir The Guardian, terdapat 2.200 monumen Buddha yang telah dibangun sejak abad ke-11, mulai dari prasasti dan kuil yang saat ini kondisinya rentan terhadap pergerakan seismik.
BERITA TERKAIT :Gedung Pencakar Langit Yang Ambruk Di Thailand Saat Gempa Diselidiki, Penyelewengan Anggaran Mencuat?
Korban Tewas Gempa Myanmar Terus Bertambah, Diperkirakan Tembus 10 Ribu Orang
"Gempa bumi terakhir pada tahun 2016 menyebabkan kerusakan besar pada monumen-monumen penting," kata Dr. Stephen Murphy, dosen senior seni Asia di Soas University of London seperti yang dikutip, Sabtu (29/3/2025).
Stupa dan kuil yang berada Bagan dibangun di tepi Sungai Irrawaddy oleh kerajaan Burma pertama yang bersatu. Pendiri Bagan, Anawrahta Minsaw, menguasai wilayah tersebut setelah memenangkan pertarungan tunggal yang heroik melawan saudara tirinya sekitar tahun 1044. Ia berhasil menaklukkan negara-negara di sekitarnya.
Salah satu legenda yang tercatat pada prasasti di Bagan adalah Anawrahta Minsaw, mengungkapkan bahwa ia berhasil membawa kembali 30.000 tahanan yang terampil dalam mengukir, melukis, membuat batu, dan banyak keterampilan berguna lainnya, termasuk orang-orang yang ahli dalam parfum, bau, bunga, dan sari bunga. Dari dirinyalah muncul suatu peradaban Buddha terbesar di dunia.
Situs ini telah diakui sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun 2019. Namun, karena gejolak politik di Myanmar, sejak 2017 jumlah pengunjung situs ini menurun. Dalam 20 tahun terakhir dari sekitar 200.000 orang menjadi beberapa ribu pengunjung saja yang datang.
"Kami menerima banyak pengunjung hingga tahun 2017. Situs ini sebanding dengan Angkor Wat," kata Marc Leaderman dari perusahaan layanan perjalanan Wild Frontiers.
Situs ini juga menjadi rumah bagi museum yang menyimpan prasasti Myazedi, pilar yang berasal dari tahun 1.113. Prasasti ini juga dikenal sebagai Batu Rosetta Burma. Prasasti ini memuat empat bahasa kuno, termasuk contoh bahasa Burma (Myanmar) yang paling awal diketahui.
"Potensi hilangnya budaya yang dihadapi Bagan mungkin tidak seberapa dibandingkan dengan hilangnya nyawa, tetapi akan berdampak besar pada negara yang saat ini banyak orang yang berjuang untuk sekadar bertahan hidup," kata Sshley Thompson, seorang profesor seni Asia Tenggara di Soas.